Kamis, 07 Oktober 2010

Generasi Tahan Uji

Besar kecilnya tanggungjawab seseorang menjadi tanda kualitas syahadatnya, yang dapat diukur pada caranya memanfaatkan waktu. Seorang yang berkualitas selalu berusaha menumbuhsuburkan bibit syahadatnya agar dapat terus ditingkatkan lebih tinggi lagi. Tiada waktu tanpa peningkatan kualitas syahadat. Tiada program kecuali peningkatan iman. Tidak mati kecuali dalam puncak jenjang syahadat, pasrah diri kepada Tuhan.
"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah engkau mati kecuali dalam Islam." (Q.S. Ali Imran : 102).
Rute perjalanan yang harus dilalui untuk membuktikan syahadat bisa dikatakan singkat, bisa juga panjang. Hal tersebut tergantung pada kadar mujahadah, dukungan ibadah dan ukuran besar kecilnya tanggungjawab yang dipikul.
Namun demikian, dibalik perbedaan jauh rute itu, ada kesamaan irama dan ritme perjalanan. Jurang yang terjal, tebing yang tinngi pasti ditemukan dalam perjalanan. Bahkan dengan tegas Allah merinci tikungan-tikungan tajam yang akan dilewati dalam perjalanan proses uji coba penentuan peringkat kadar kualitas syahadat dengan firman-Nya : "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang yang beriman bersamanya : 'Bilakah datangnya pertolongan Allah ?'. Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (Q.S. Al-Baqarah : 214).
Ada tiga tebing tinggi dan jurang terjal yang harus dilewati sebelum seseorang sampai ke titik kenikmatan yang dijanjikan oleh Allah. Baik kenikmatan dunia apalagi yang di akhirat. Ketiga tebing dan jurang tersebut dialami oleh semua orang yang ingin menikmati surga, tak terkecuali Nabi dan Rasul Allah.
Sudah merupakan garis ketentuan Allah, atau sudah menjadi sunnatullah, hukum alam yang sudah pasti, bahwa untuk mencapai keadaan yang ideal diperlukan proses yang tidak ringan. "Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah." (Q.S. Al-Ahzab : 62).
Andaikan para Nabi dan Rasul mengetahui jalan mulus menuju surga tanpa mengalami hambatan dan rintangan yang serba menyulitkan, tanpa malapetaka dan ujian, tanpa kesengsaraan dan kemiskinan, maka mereka tentu akan memilih jalan itu. Akan tetapi kenyataannya tidak begitu. Semua Nabi dan Rasul mengalami nasib yang sama, menempuh rute perjalanan dengan ritme dan irama yang sama. Mereka menderita, selalu ditimpa malapetaka, ditimpa kemelaratan yang tiada tara, juga dihantui oleh perasaan yang serba takut. Hanya imanlah yang memberikan kemampuan pada mereka untuk tetap berjalan dalam rel yang sudah ditentukan.

Bukan hanya itu, segala cobaan yang datangnya dari Allah mampu dimanfaatkan untuk mempertebal keimanan, bukan sebaliknya melemahkan iman. Syahadat memang memerlukan proses pembajaan. Dan proses pembajaan yang baik hanyalah melewati berbagai kesulitan, karena sesudah kesulitan itulah akan muncul kemudahan. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (Q.S. Al-Insyirah : 5-6).

Rabu, 06 Oktober 2010

Kasih Sejati Seorang Ibu

Di sebuah rumah sakit bersalin, seorang ibu baru saja melahirkan jabang bayinya. “Bisa saya melihat bayi saya?” pinta ibu yang baru melahirkan itu penuh rona kebahagiaan di wajahnya. Namun, ketika gendongan berpindah tangan dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungil itu, si ibu terlihat menahan napasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit, tak tega melihat perubahan wajah si ibu. Bayi yang digendongnya ternyata dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Meski terlihat sedikit kaget, si ibu tetap menimang bayinya dengan penuh kasih sayang.
Waktu membuktikan, bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari, anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan si ibu sambil menangis. Ibu itu pun ikut berurai air mata. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Sambil terisak, anak itu bercerita, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.”
Begitulah, meski tumbuh dengan kekurangan, anak lelaki itu kini telah dewasa. Dengan kasih sayang dan dorongan semangat orangtuanya, meski punya kekurangan, ia tumbuh sebagai pemuda tampan yang cerdas. Rupanya, ia pun pandai bergaul sehingga disukai teman-teman sekolahnya. Ia pun mengembangkan bakat di bidang musik dan menulis. Akhirnya, ia tumbuh menjadi remaja pria yang disegani karena kepandaiannya bermusik.
Suatu hari, ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuk putra Bapak. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Maka, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya kepada anak mereka.
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelaki itu, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata si ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Ia pun seperti terlahir kembali. Wajahnya yang tampan, ditambah kini ia sudah punya daun telinga, membuat ia semakin terlihat menawan. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.
Beberapa waktu kemudian, ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia lantas menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.”
Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari, tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga tersebut. Pada hari itu, ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, si ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku. Sang ayah lantas menyibaknya sehingga sesuatu yang mengejutkan si anak lelaki terjadi. Ternyata, si ibu tidak memiliki telinga.
“Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik si ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya, ‘kan?”

Melihat kenyataan bahwa telinga ibunya yang diberikan pada si anak, meledaklah tangisnya. Ia merasakan bahwa cinta sejati ibunya yang telah membuat ia bisa seperti saat ini.

Senin, 04 Oktober 2010

Jangan Memasung Pendapat Anak

Melibatkan anak pada forum diskusi akan memberikan dampak positif. Anak akan dapat berkomunikasi dengan baik pada orang-orang, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah atau problem solving, memiliki rasa empati dan peduli pada lingkungan serta memiliki kemampuan menganalisa kebutuhan sekitarnya.
Mengajak anak mengobrol adalah cara terbaik sebagai salah satu pemenuhan hak anak. Beri kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya. Hasilnya, akan tercipta anak yang peka terhadap lingkungannya dan memiliki jiwa kepemimpinan. Misalnya, dalam mendiskusikan tanggung jawab anak dalam pekerjaan di rumah tangga. Seorang kakak dapat diminta sebagai panutan untuk adiknya, dengan diberikan kepercayaan seperti itu ia dapat menyampaikan pendapat tentang cara mengasuh adik, memberi aturan termasuk kewajibannya. Sementara si adik dapat mengungkapkan pendapatnya mengenai aturan-aturan yang dibuat oleh sang kakak.
Ketika berdiskusi dengan anak, gunakanlah kata-kata yang bijak agar anak merasa dihargai. Jika ada sesuatu yang keliru dengan pendapat anak, kemukakanlah oleh orang tua agar anak belajar menghargai orang lain. Seperti halnya orang dewasa, anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi supaya dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal. Hak anak merupakan suatu hal yang patut diketahui orang tua, maupun guru. Sebab, mereka adalah pihak pertama yang mesti memenuhi hak anak.
Orang tua harus dapat menghargai hak anak untuk mengemukakan pendapat, beribadah, maupun saat anak memiliki pilihan. Walaupun demikian, anak-anak masih memerlukan bimbingan orang tua. Walaupun anak-anak memiliki hak untuk beribadah, tetapi mereka masih memerlukan arahan dari orang tua, sebab pada dasarnya usia anak sekolah dasar atau di bawahnya masih belum dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Sehingga walaupun secara pribadi anak memiliki hak, tetapi dalam pelaksanaannya arahan dari orang tua tetap diperlukan.

Dalam mengajari anak untuk mengetahui adanya perbedaan pendapat, anak-anak seusia SD tidak cukup hanya sekadar dilarang. Tetapi mereka harus diberitahu mengapa mereka tidak boleh melakukan suatu hal serta alasannya. Sebab, jika hanya sekadar dilarang, anak-anak cenderung tidak mengindah-kannya. Sehingga, cara yang paling tepat adalah mengajak anak berdialog mengenai apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan, anak mulai dapat diberikan pengertian mengenai hak anak pada saat anakberumur tiga atau empat tahun. Pada usia ini, umumnya anak mulai memahami jika diberikan pengertian.